Wednesday 28 February 2018

Curug Dago : Air Terjun Penuh Sejarah Indonesia & Thailand

Curug Dago : Air Terjun Penuh Sejarah Indonesia & Thailand

Bangsa  Indonesia dan Thailand udah sejak lama bersahabat, dan kerjasamanya di bidang ekonomi, politik, budaya, dan lain-lain bermanfaat buat kedua negara. Ada satu hal lagi yang ngedeketin kedua negara itu; sejarah.

Salah satu bukti persahabatan sama saksi sejarah hubungan dua negara ada di kota Bandung. Daerah Dago atas punya sebuah air terjun (di bahasa Sunda disebut Curug) yang lokasinya nggak jauh dari Terminal Dago. Air terjun yang dialiri Sungai Cikapundung itu namanya Curug Dago, kemungkinan besar dinamain berdasarkan nama daerahnya.

Sesudah Terminal Dago, belok kiri dan lokasinya cuma 10 menitan dari sana. Jalannya sempit, cuma bisa dilewatin motor atau pejalan kaki. Nuansa alam mulai kerasa pas nyusuri gang itu. Kebun di sekitaran gang ngasih udara yang segar, apalagi tempatnya agak sepi.

penanda kalian sampe di Curug Dago
Kalo pengunjungnya beruntung, nggak ada yang jaga lokasi ini, yang artinya nggak perlu tiket buat masuk Curug Dago. Dan penduduk sekitar juga sering lalu lalang di daerah ini, tapi mereka nggak akan nagih kok.
Beginilah Curug Dago dari atasnya. Air ngalir cukup deras lewatin celah bebatuan yang besar ini.


Beberapa wahana permainan yang bikin kalian bertanya-tanya, situs sejarah mana lagi yang punya beginian. Lumayan kan, ada hiburan.

Untuk bisa ke air terjunnya, ada akses jalan yang dikelilingi pohon-pohon bambu. Tangga-tangga kecil yang curam harus dilewatin dengan hati-hati.




Beberapa langkah lagi...

Dan sampe juga.


Di dalem bangunan warna merah ini salah satu saksi sejarah antara Indonesia-Thailand dijaga; prasasti yang dipersembahkan oleh Raja Thailand Chulalongkorn atau Rama V dari dinasti Chakri. Kunjungannya waktu itu buat mempelajari budaya masyarakat setempat yang beragam, sambil liat langsung pertunjukkan kesenian daerah. 




Hari Jumat, 19 Juni 1896, air terjun ini kedatangan rombongan Baginda Rama V. Kebayang kan, gimana aslinya suasana alam tempat ini 121 taun yang lalu. Seperempat abad kemudian, Baginda Rama V balik lagi ngunjungi Hindia Belanda. Misi kunjungannya masih sama dengan misi kunjungan sebelumnya. Kota Bandung yang waktu itu baru berumur 85 taun termasuk tujuannya juga. Daerah utara Bandung yang tinggi dan (waktu itu sebagian besarnya) berhutan menarik minat Baginda Rama V. 




6 Juni 1901, Baginda Rama V kembali datangin Curug Dago setelah 102 minggu sejak kunjungan pertama. Banyak yang bilang Beliau tapa di sini, tapi banyak catatan literatur yang bantah spekulasi itu. Tulisan bahasa Thailand diukir di atas prasasti yang jadi semacem kapsul waktu pertanda Raja Thailand yang berjasa ngubah wajah negerinya pernah dateng kemari. Sayang, Lenovo A2010 gua nggak bisa bantu banyak fotoin ini.



28 taun setelah kunjungan terakhir Baginda Rama V, Curug Dago sekali lagi kedatangan Raja Thailand. Raja Prajadiphok (Rama VII) datang dalam kunjungan kenegaraannya ke Hindia Belanda. Napak tilas kunjungan bersejarah Sang Ayahanda masih ada saat itu, dan Baginda Rama VII juga buat prasasti di situs ini. Prasasti Rama VII ada di bangunan yang paling deket sama air terjunnya.



Meskipun udah berpuluh-puluh taun bahkan seabad berlalu, Curug Dago baru dapet perhatian di taun 1989 pas ditemuin warga. Pemerintah Thailand yang diinformasiin penemuan ini langsung kontak pemerintah Indonesia supaya ada pelestarian dua prasasti bersejarah ini. Dan kayaknya upaya pelestarian situs Curug Dago harus dimulai lagi...

Wednesday 21 February 2018

Tebing Keraton : Pemandangan dan Suasananya Dikangenin Warga Kota

Tebing Keraton : Pemandangan dan Suasananya Dikangenin Warga Kota

Kalo ada pertanyaan, kira-kira apa yang bikin orang ngeramein suatu tempat? Maksudnya, banyak orang rame-rame dateng ke situ dengan pakaian yang bagus-bagus, bawa tongsis, tempatnya dikenal luas dan sebagainya. Yang udah-udah sih, penyebab suatu tempat jadi rame dikunjungin banyak orang seenggaknya ada 4:
 
1. Punya banyak rumah makan yang sajiin menu-menu kekinian yang itu-itu lagi (cuma kemasan dan namanya beda),

2. Punya banyak wahana permainan,

3. Pernah jadi lokasi syuting adegan film yang ikonik,

4. Pernah ada kejadian yang bikin heboh warga.


Ini adalah salah satu tempat buat warga kota ngilangin penat sambil ngelepasin diri dari berisiknya suara-suara mesin di perkotaan. Nama tempat wisata yang relatif masih muda ini Tebing Keraton.

Nggak banyak orang tau keberadaan Tebing Keraton sampe awal dekade 2010an. Awalnya sih, ada komunitas bersepeda sering main atau lewat daerah sini -Cihargem- dan mulai nyebar kabar soal daerah ini. Begitu udah diketahui, makin banyak orang dateng kemari. Tempat ini dibuka sebagai objek wisata di taun 2014. Di sekitaran lokasi dibangun juga penginapan, warung, lahan parkir sama fasilitas lain yang nunjang Tebing Keraton

Kalo kalian dateng kemari, nggak ada macet. Soalnya kan ini udah di luar daerah perkotaan, lalu lintasnya nggak padat. Enaknya, di perjalanan kalian bisa liat panorama daerah pinggiran kota yang masih kuat atmosfir kedaerahannya. Sawah, pohon, perbukitan, udara sejuk, jalan bebatuan, semua ada. Jangan lupa buat yang pake kendaraan pastiin bahan bakar cukup, soalnya nggak ada SPBU di sekitaran sana.



Jalanan yang padat, dan amburadul lalu lintasnya bisa dihiraukan mereka di tempat ini, atau di jalan menuju lokasi. Pepohonan sama bukit-bukit selalu dikangenin warga kota, apalagi jumlahnya banyak banget di daerah wisata alam yang bakal gua ceritain ini.


Sesampainya di tempat tujuan, ada rumah-rumah dan beberapa warung sama pedagang yang berbisnis. Masih kerasa banget suasana pedesaan di sini. Beberapa rumah masih pake arsitektur dulu, bahkan ada juga rumah bilik.

permukiman warga setempat

Karena ini ada di luar wilayah urban (perkotaan), perkiraan penyebab tempat rame nomer 1 dan 2 jadi kurang nyambung; dan memang nggak ada dua hal tersebut di Tebing Keraton. Trus apa dong? Poin ke 3, mungkin belum ada film yang syuting di sini (tapi bisa aja nanti ada) dan yang ke-4 belum banyak informasi yang gua dapetin soal hal itu.

Oke, jadi apa yang ada di Tebing Keraton? Objek wisata yang juga masih bagian Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda ini punya tebing (sesuai namanya) yang bagus banget, juga suasana alamnya. Karcis masuk Tebing Keraton seharga Rp. 10.000 dan karcis asuransinya yang seperlima harganya. Total siapin Rp. 12.000 buat nikmati Tebing Keraton. Tarif parkirnya, Rp. 5.000 buat sepeda motor, dan dua kalinya buat mobil.


Di pusat Tebing Keraton ada tugu, atau monumen dari batu yang cukup menarik perhatian. Ada puisi yang kata-katanya diukir di plakat batu itu.


 
ini puisinya

Udara kerasa sejuk di area wisata ini. Akses dari satu tempat ke tempat lainnya pake jalan setapak yang kiri-kanannya ditemenin pepohonan. Ada menara yang bisa dipake ngeliat lebih tinggi pemandangan dengan sudut pandang 360 derajat. 


pemandangan dari menara

Sajian utama yang ada di sini tentu aja pemandangan alam dari tebing yang namanya dijadiin area ini. Rasanya kayak ada di alam bebas begitu liat pemandangannya, meskipun sebenernya ramai sama pengunjung lain. Liat ke depan, ada bukit dan hutan, liat ke bawah ada sawah, bebatuan besar, sama sungai. 

 



rambu peringatan yang ngingetin pengujung supaya berhati-hati

Tebingnya memang bagus, tapi juga curam & agak licin. Meskipun sebenernya nggak disaranin, banyak pengunjung lewatin pagar pembatas biar bisa nurunin tebing yang curam itu. 



Buat yang suka menjelajah / trekking, mungkin biasa aja; tapi tetep harus hati-hati. Bebatuan di sini ujungnya agak tajam dan hampir nggak ada alat pengaman. Jurang dibawahnya nggak suka sama pengunjung yang nggak berhati-hati.


dari bawah

Sebagai catatan, Tebing Keraton baru buka antara jam 10 pagi dan 5 sore. Jangan telat atau kepagian ya. Bener kan, buat yang tinggal di perkotaan kangen sama suasana kayak yang ada di Tebing Keraton?



Sumber :

https://www.kompasiana.com/dwie_prasetyo/ini-lohh-sejarahnya-tebing-keraton_55547f8773977336149054ae