Sunday, 29 December 2024

Sekali Lagi ke Puncak Upas

Sekali Lagi ke Puncak Upas

TIGA bulan lebih ini gue istirahat dulu dari muncak gunung, soalnya sering bangun kesiangan atau lagi gak mau aja. Di awal Desember lalu, akhirnya gue berhenti dari istirahat itu dan seperti biasa, mulai dari gunung yg paling favorit, Tangkuban Parahu. 

Sebelum muncak lagi, sempet kepikiran rencana ambil jalur Jayagiri atau Lorong Lumut yg menantang sekalian tambah lagi pengalaman lewat sana, tapi gue kurang yakin sama fisik yg cukup lama gak terlatih. Makanya gue lebih pilih jalur Sukawana yg relatif gak susah dijalani.

Gue selalu punya pikiran kalo ke Sukawana, harus selalu muncak sampe ke Upas karena agak nanggung udah jauh perjalanannya ke tempat ini kalo sekedar foto foto di kebun teh luasnya itu. Tapi, di tengah pendakian yg sebenernya gak asing lagi, kok mulai kepikiran "Gak usah se-serius itu deh, sekuatnya aja." Sekumpulan hikers perempuan yg nyusul gue di trek sepeda masih butuh bantuan karena mereka baru sekali ke sini. Akhirnya, gue temenin mereka sekaligus nolak 'turunin standar gue.' Apa sih, haha. 

Ternyata selama gue absen muncak sini udah ada yg berubah juga ya, sekarang ada warung baru di titik temu beberapa jalur (SS1, SS2, kebun teh dan lainnya). Ini jadi alternatif sekaligus pilihan baru para hikers buat makan atau sekedar cari minum sama cemilan. Biasa sih, yg makanan yg dijajain di sini gorengan sama buah buahan kayak warung lainnya di daerah pabrik teh. Kata penjualnya, warung ini baru buka di awal November.

Warung baru di jalur Sukawana

Setelah sekitar 15 menitan lebih gue istirahat, ngeliatin Burangrang di seberang dan beli gorengan, pendakian dilanjut ke jalur panjang jalan berbatu. Para hikers perempuan yg bersedia gue gabung mereka ini katanya lebih mau yg santai sama gak nanjak, padahal waktu tempuhnya jadi lebih panjang daripada lewat trek sepeda. Gak masalah kok, ini jalur yg favorit para hikers juga dgn alasan yg sama. Pertama kali lewat sini, rasanya kayak yg ngelilingi dulu gunung Tangkuban Parahu dan lama, soalnya sebelumnya gue biasa lewat trek sepeda. Kali ini, ternyata gak sejauh itu ya, dulu mungkin gue masih nebak nebak jalannya gimana karena masih awam. Di tengah jalur juga ada petunjuk jalan yg ngasih tau arah ke Benteng Cikahuripan, yg artinya itu jalur pendakian lain. Ini mungkin perlu gue coba ya kapan kapan?

'Hairpin' atau tikungan tusuk konde di jalur berbatu, separo jalan sebelum Puncak

Belok kiri ke Puncak Upas, kanan(jalannya menurun) ke Benteng Cikahuripan 

Dua jam setengah gue sama hikers lainnya ini nempuh pendakian, dan selesai juga dgn sampainya di Puncak Upas jam setengah 11. Langit sempet ketutup kabut ditambah gerimis, tapi gak bertahan lama. Meskipun udah enam kali gue naik ke Puncak Upas, tetep kerasa puas banget di sini, gak ada bosen sama sekali. Pemandangannya kah? Pasti, tapi karena ada prosesnya dulu buat bisa di titik ini. 

Sekarang ada peringatannya

Ini bagian dari cuacanya


Tapi itu gak lama

Para hikers cewek yg bareng gue di pendakian ini milih pulang duluan, dan gue mampir ke warung satu satunya di puncak. Siapa paling cepet, dia yg dapet gorengan, soalnya banyak pengunjungnya, tapi si mang penjual terus buat yg baru. Makin siang, cuaca malah makin membaik, sayang banget buat mereka yg 'kepagian' turun. Tapi banyak orang bilang ke gue hampir di setiap pendakian ke sini kalo di puncak sama di kaki gunung cuacanya gak menentu dan beda.

Gue balik ke base camp jam 2 siang, cuma sejam lebih perjalanan turunnya, ini lumayan cepet dibanding pendakian gue sebelumnya. Mungkin nanti gue bakal tulis lebih banyak lagi pendakian ke Puncak Upas via Sukawana, tapi itu karena emang mengasyikkan sih, berulang juga gak masalah. Biar begitu, masih ada jalur lain yg belum gue coba, kayak Nyawang atau lewat Jayagiri lagi kayak pas pertama banget. Jalur yg disebut terakhir itu ditunda terus kapan jadi pendakiannya, antara gue males sama kurang yakin, kurang kuat atau ada acara lain, hehe. 



Sunday, 1 September 2024

Hiking Gunung Putri Benteng Belanda Cikahuripan: Jelajah Dua Benteng Bersejarah

Hiking Gunung Putri Benteng Belanda Cikahuripan: Jelajah Dua Benteng Bersejarah

SELAMA beberapa kali gue ke Gunung Putri, paling cuma sampe Lorong Lumut terus balik, atau nikmati cuaca sejuk pagi di tempat campingnya. Setaun ke belakang, gue kan pernah jalan dari Jayagiri ke Benteng Belanda Cikahuripan. Gue sempet penasaran, gimana kalo jalan dari Gunung Putri ke arah barat mentok ke benteng itu? Biar hikingnya puas sekalian, dan baru di kesempatan kali ini, gue bisa wujudin itu.

Gue dateng jam 11 siang, dan matahari belum begitu terik atau bikin pusing panasnya. Di camping ground Gunung Putri, ternyata ada rame-ramean dari acara camping bersama salah satu produsen alat alat outdoor. Perjalanan berlanjut ke arah barat dari titik puncak Sespim, ke hutan pinusnya. Di sini sih, tempat yg paling gue suka dari Gunung Putri, kesannya santai, tenang sama terbuka di tengah hutan tanpa harus khawatir nyasar, masih deket ke 'peradaban' atau daerah yg ramai pengunjung.


Kurang dari 10 menit, udah sampe aja di Benteng Belanda. Awalnya ada seorang ibu sama anaknya yg lagi selfie, dan setelah mereka cabut, artinya gue sendirian. Suasananya masih sama sepi, pengap dan gelapnya. Sayangnya, di dalam bentengnya masih banyak coretan, ini yg perlu diperhatikan pengelola, kan ngeganggu. Rumput-rumput di benteng ini tinggi, dan bikin samar batas jalan setapak sama tembok yg ada. Kita mesti hati hati jalan di atas benteng ini, karena bisa aja terjebak di bagian yg dalam, kepleset, atau jatoh. Disaranin pake tongkat hiking atau ranting buat raba permukaan tanah yg ditutupi rerumputan tinggi.



Gue lanjutin perjalanan ke arah barat, masuk ke dalam hutan pinus yg patokannya cuma pita yg diikatkan ke batang pohon. Pita ini ngarahin kita ke Warung Ema Eti, meskipun jalurnya agak berkelok-kelok. Kalo lagi di hutan ini, sempetin deh duduk, dengerin suara pohon-pohonnya ditiup angin sama bersentuhan di atasnya, enak banget. Suasananya bikin betah berlama lama, dan gue juga hampir sejam di tengah hutan pinus ini sebelum terusin lagi hikingnya.


Perjalanan terus berlanjut, gue gak berhenti dulu di 2 warung daerah sini, Warung Ema Eti sama Warung Pak Kumis karena belum ngerasa capek. Kebetulan, gak banyak mobil offroad lalu lalang, padahal ini hari libur. Jam 1 siang gue berhenti juga akhirnya, di Warung Puncak Jayagiri sekitar 15 menitan yg gue isi dengan minum sama makan gorengan. Gue siap jalan ke Benteng Belanda Cikahuripan yg kalo gue rencanain bisa ditempuh dalam waktu 30 menitan. 

Di jalan, gue ketemu rombongan bapak-ibu yg juga nikmatin hari libur di tengah alam ini. Ternyata ada warung baru di Cikahuripan, lokasinya tepat setelah Kubangan Babi sama sebelum tikungan dgn penanda jalan. Jadi ada pilihan lagi nih buat ngopi atau istirahat aja, sebelum ke Benteng Cikahuripan.

Kubangan Babi


warung baru


Setelah warung baru sama Leuweung Poek dilewati dalam sekitar 10 menitan, akhirnya gue tiba di tujuan dalam hiking kali ini, yaitu di Benteng Belanda Cikahuripan. Sayangnya, rombongan bapak-ibu yg ada di foto di atas gak ikut dan kami berpisah di sini. 

Satu hal yg bikin gue kaget, ternyata sekarang udah berubah total. Yang dulunya cuma ada saung sama papan petunjuk di terakhir kali gue ke sini, sekarang dibuat benteng bercat merah yg jadi replika dari benteng aslinya atas, ditambah patung Pejuang Benteng Cikahuripan. Keren banget, ini upaya pelestarian sejarah yg beneran harus kita apresiasi.


Untuk ke Benteng aslinya, harus ikuti jalur tanjakan dan masuk jalan yg sempit, penuh pohon rimbun sama rumput yg lumayan tinggi. Sekali lagi, harus hati-hati sama pelan jalannya karena turunannya ke lokasi benteng sedikit curam. Gue juga lagi lagi sendirian di depan benteng ini, yg menurut bapak penjaganya masih ada bahan peledak di dalamnya, sehingga dibiarin atau gak digali. Jujur, begitu lanjut ke bagian lain dari benteng ini, gue agak waswas meskipun udah pernah ke sini. Mungkin dari suasana yg terpancar dari bentengnya, atau gue berada di tengah hutan ini tanpa orang lain. Tapi rasa itu cuma bertahan sebentar begitu akhirnya gue bisa balik ke depan benteng.

Benteng Belanda Cikahuripan


Hiking kali ini seru banget buat gue, karena bisa sampe ke dua benteng yg letaknya gak deket satu sama lain. Perjalanan balik dari benteng Cikahuripan ke Gunung Putri gue nikmatin pelan pelan, Waktu udah menunjukkan jam 4 sore sewaktu gue di hutan pinus setelah warung Ema Eti, dan enaknya itu dari ngelihat cahaya mataharinya yg nembus sela sela antar pohon. Suasana ini bisa gue nikmatin sendiri dgn hening atau sambil dengerin instrumental dari lagu Moby berjudul Porcelain.



Akhirnya, gue tutup hiking hari ini di jam 5 sore. Gue tinggalin Puncak Gunung Putri tempat tugu Sespim berada sama pintu masuk kawasannya, siap balik lagi ke Lembang yg lalu lintasnya padat, umum di tiap akhir pekan sama jalur ke Bandung yg juga begitu. Daerah Gunung Putri ini memang pas banget buat nikmatin suasana alam, baik itu di pagi dgn cuaca sejuknya, siang saat rame, atau sore dgn golden hour nembus pepohonan.


Wednesday, 14 August 2024

Review Sepatu Outdoor League Raung, Setelah Setahun Dipake

Review Sepatu Outdoor League Raung, Setelah Setahun Dipake

SUATU hari, gue cuma iseng liat aplikasi belanja, dan dalam waktu kurang dari 5 menit, ada barang yg curi perhatian. Oh, ternyata ada sepatu outdoor yg lagi murah meriah dijual, dan langsung aja gue bayar. 

Sepatu yg gue bahas kali ini yaitu League Raung, dari merk lokal League. Sekilas, bahannya dari suede sama mesh dalam warna hitam sama motif bergaris luar (outline) merah, warna yg sama kayak talinya. Solnya juga punya kelir yg sama. Harga normal sepatu League ini sekitar 700rb, tapi gue dapetnya di angka sekitar 120rb akibat diskon besar besaran. 


Sewaktu baru

Setelah sepatunya dikirim, gue penasaran dong, kayak gimana kalo dipake jalan jalan, tapi sesuai kegunaan dan fungsi sepatunya, di outdoor. Tujuan pertamanya ke Tahura Bandung dulu, dan rasanya nyaman dipake. Selanjutnya gue jalan jalan ke Jayagiri, Gunung Putri, bahkan sampe ke Puncak Upas, Manglayang, sama lainnya. Malahan, semua entri soal hiking (mulai 2023-sekarang), itu dilalui sambil pake sepatu ini. Bisa kalian klik aja ya di sini cerita hikingnya.


Di Giri Wening


Puncak Gunung Singa

Puncak Upas Tangkuban Parahu

Di salah satu pendakian ke Puncak Upas lewat Sukawana, sepatunya sempet jebol di kaki kiri, bagian belakangnya. Beruntung, ada ibu ibu yg tolongin gue dgn ngasih tali ikatan. Akhirnya begitu gue turun dan balik ke Bandung, langsung minta jahit. Ini terjadi setelah gue pake sepatu ini ke-16 kalinya (dalam hiking, gak termasuk pemakaian sehari hari di kota)di Maret 2024 sejak debut di jalan jalan ke Tahura di Agustus 2023. Sebagian besar perjalanannya sih cuma hiking ringan di Jayagiri atau Cikole, sama yg lebih serius ke Manglayang sama Burangrang. Artinya dalam 8 bulan, sepatu ini kuat sampe jebol pertama.

Untuk sepatu kanannya, gue jahitin juga buat jaga jaga biar lebih kuat. Sepatu ini belum waterproof, jadi kalo kita jalan dan kena air, airnya terserap dan kaki bakal basah. Bahan busa di dalemnya ngasih kenyamanan sewaktu jalan dan kerasa ada grip atau cengkraman dari tapaknya di medan yg licin.


Kondisi terbaru sepatunya (Agustus 2024)




Beberapa pulnya udah lepas atau sobek

Salah satu yg gue perhatiin, meskipun talinya lepas dari simpul, gak kerasa jadi kurang erat di kaki, masih sama aja kayak talinya keadaan disimpulkan. Ini cukup ngebantu di tengah pendakian atau trekking, gue gak usah sering berhenti buat taliin sepatu, dan jarang banget, atau bahkan gak pernah talinya keinjek sampe gue terpelanting.

Menurut gue sih, dengan kualitasnya, sepatu ini udah cukup buat trekking atau tektok, meskipun belum waterproof. Itu artinya kalian harus perhatiin semisal pake ini tapi cuaca hujan atau ada kubangan air. Nyaman, andal, pas dipake. Malahan, buat sehari hari di kotapun, sepatu ini gak bikin keberatan, hampir kayak sepatu lari biasa aja. Dan di bawah ini kesimpulan review gue:

KELEBIHAN
  • Harga relatif terjangkau
  • Ringan dipakai di aktivitas harian (termasuk non-hiking)
  • Nyaman 
KEKURANGAN
  • Belum waterproof
  • Kurang andal di pendakian bermedan berat
  • Sudah stop produksi

Monday, 29 July 2024

Hiking Gunung Burangrang via Legok Haji: Pendakian Seru Penuh Tantangan!

Hiking Gunung Burangrang via Legok Haji: Pendakian Seru Penuh Tantangan!

BERKALI-KALI gue muncak ke Kawah Upas lewat Sukawana, berkali-kali juga liat gunung besar di sebelah baratnya yg selalu bikin gue penasaran, apalagi waktu jalan di ladang teh di tengah pendakian. Gunung apa sih itu? Kenapa banyak suara yg sampe kedenger ke sini? Gimana ya rasanya naik gunung itu? Di tengah pendakian ke Kawah Upas itu juga, sedikit demi sedikit pertanyaan gue dijawab para hikers, sebut itu gunung Burangrang. Apa gak sebaiknya gue cari tau sendiri jawaban pertanyaan yg lain? Ya gak ada dong, makanya gue beraniin diri buat beneran ke gunung Burangrang itu.


Sengaja, gue gak tanya gimana medan pendakian sama suasananya, biar lebih seru dan gak bocorin plotnya kayak nonton film. Itu dibiarin sampe akhirnya gue datengin dan sampe di base campnya. Letaknya lumayan agak jauh dari pusat kota Bandung, perjalanannya 1 jam lebih. Tiket masuk atau 'simaksi' Gunung Burangrang seharga Rp. 15,000 untuk hiking, dan parkir motornya Rp. 10,000, Rp. 25,000 untuk mobil (dan Rp. 50,000/malam kalo pengunjungnya menginap). Tempat campingnya luas loh, dan gak perlu khawatir gak bawa makanan sama perlengkapan hiking, ada yg nyewain sama warung sebelum jalur pendakian.


Pintu Masuk


Warung warung

Mulai dari gerbang ini

Langsung aja ya, gue mulai cerita pendakiannya. Di luar dugaan gue, ternyata langsung nanjak sehabis lewati tempat camping. Pos 1 masih agak deket sih dari base camp, sekitar 30 menit dgn catatan gue berhenti 1-2 kali. Lanjut ke Pos 2, dan medannya makin nanjak dan menantang. Waktu tempuhnya sedikit lebih pendek daripada base camp ke Pos 1, dan setelah gue liat catatan waktu di keterangan foto, perjalanan udah makan waktu 50 menitan, hampir 1 jam.

Tenaga gue mulai terkuras di pendakian ke Pos 3, dengan medan yg makin berat. Tanjakannya curam, jalan lewat akar akar pohon sekaligus buat pegangan. Entah berapa kali gue berhenti, yg pasti kalian mesti bawa minum sama makanan yg cukup, atau kalau bisa lebih. Hampir 50 menitan habis ke Pos 3 ini. Menurut pendaki lain, masih ada 1 pos lagi, yaitu pos 4 sebelum ke puncak, tapi tantangan yg gue rasain di sini lebih ke fisik. Gue udah beberapa kali disusul pendaki lain, bahkan sama buibu! Gak apa apa, mending istirahat kalo udah capek. Hampir 2 jam durasi pendakian gue ini dari base camp ke Pos 4 yg dipenuhi akar akar pohon besar yg merambat. 

urutan semua pos searah jarum jam (kiri atas pos 1)

Baju jadi basah kuyup akibat keringat, tapi kering lagi sama sinar matahari dan angin, botol minuman 1,5l udah sedikit lagi isinya, dan kaki udah gak jelas lagi capeknya. Masih lama gak sih? Kata pendaki lain, sebentar lagi. Tapi sebentarnya itu kayak gimana? Untunglah ada hiker yg ngasih sebotol air minum di sini. Setelah hampir 3 jam di jalur ini, ada tangga kayu. Ternyata, di ujung tangga itu ada....

Di antara pos 2-3


Inget, pagar bambu ini di antara Pos 3-4

Gue coba tiru gaya Siuuu tapi gak beneran lompat, udah terlalu lemes. Selebrasi itu gak sempurna, dan gue berbaring aja di tanah yg datar ini, di samping gue ada tugu penanda. Bukan sembarang tugu, karena ini jadi patokan kalo gue.... sampe di puncak Gunung Burangrang, di 2050 mdpl. Oh. Udah. Sampe. Akhirnya.





Beberapa pendaki yg udah sampe duluan nyambut gue dengan ramah, dan gak lama juga sih, karena mereka lanjut makan makan sama temen satu rombongannya. Gue ikutin orang aja yg banyakan itu jalan ke arah timur, lalui turunan yg lumayan curam tapi gak ada lagi akar akaran besar kayak di pendakian. Enak banget rasanya nurunin ini dgn langit cerah sama gunung gunung lain di sepanjang pemandangan. Gue bisa liat Situ Lembang dari kejauhan, Tangkuban Parahu yg lebih jauh lagi dgn patokannya menara pemancar, sama lainnya yg belum sempet gue tanya orang lain gunung apa aja itu.



Mau lama lama di puncak, tapi tengah hari makin panas; sedangkan kalo cepetan turun, sayang, naiknya susah. Ngobrol ngobrol aja dulu ya, sambil foto pemandangan? Oke. Ada juga para pendaki yg tadabur, muji keindahan alam gunung Burangrang dan sekitarnya ini.

2 jam diabisin di puncak Burangrang ini, dan sekarang saatnya gue turun. Tantangannya jelas, harus turunin jalan yg curam, pegangan ke akar sama apapun yg bisa dipegang erat. Saking sedikitnya jalan permukaan datar, gue sampe gak bisa tentuin di mana aja, yg pasti di 3/4 pendakian, itupun cuma beberapa belas meter, dan ada 2 aja sepanjang jalur dari awal sampe selesai. Gue sampe kepleset beberapa kali, tapi beruntung gak sampe luka atau jatoh lebih parah.

Pendakian ini ditutup dengan penurunan yg gue catet berlangsung selama 1 jam 40 menitan. Ada sih tujuan lain kayak Curug Cipalasari yg jalurnya ada di deket Pos 1, tapi lain kali aja ya, kaki udah gak kuat. Ini barulah pendakian yg gue rasa, menurut pengalaman gue yg masih rintisan ini, berat banget. Selain Curug Cipalasari, tujuan selanjutnya pendakian lewat Tanjakan Mentari. Kayaknya bakal sama capenya, jadi kudu siap siap nih sama tanjakannya; sama kayak sebelumnya disebut, gue gak usah cari di google kayak gimana, biar tebak sendiri nanti.



Wednesday, 24 July 2024

Nonton Euro 2024 Copa America Beruntun 11 Jam

Nonton Euro 2024 Copa America Beruntun 11 Jam

MUSIM BOLA memang udah lewat, tapi ada kesan yg masih seger beberapa minggu setelah pagelaran Euro 2024 sama Copa America. Kedua turnamen ini diadain hampir secara bersamaan (dari awal), dan secara keseluruhan pertandingin laga di hari yg sama. Buat penonton di Indonesia, ini bisa jadi tantangan atau malah keberatan semisal ada yg nonton semua laganya terus menerus. Ini karena semua laganya, dimulai dari Euro, kick off laga pertamanya jam 11 malem, lanjut jam 2 subuh untuk kedua, dan jam 5 sama jam 8 pagi untuk Copa America. Tapi gue coba aja deh, sekalian ngerasain turnamen itu.

Kilas balik kita ini ngebawa kembali ke matchday terakhir fase grup Euro 2024, tepatnya di grup E sama F. Pertandingan pertama yg gua tonton (Romania vs Slovakia) dimulai jam 11 malam, tanggal 26 Juni. Di sini, kedua tim cuma butuh seri aja buat lolos ke babak gugur, dengan Slovakia masuk peringkat 3 terbaik. Slovakia yg duluan cetak gol lewat tandukan Ondrej Duda di menit 24. Rumania dapet pinalti dari Ianis Hagi yg dijatohin di kotak pinalti. Razvan Marin bisa samain kedudukan 1-1 dengan gol pinaltinya. Habis dari situ, gak ada lagi gol tambahan yg sekaligus bikin keduanya beneran lolos. Sempet ada kekhawatiran terulangnya "Aib Gijon" piala dunia 1982, ketika Jerman Barat cetak 1 gol, becandain permainannya supaya mereka sama Austria lolos, tapi beruntungnya, gak terjadi.


laga Ukraina vs Belgia juga akhirnya seri

Ada waktu sejam nih sehabis kedua laga itu, dari jam 1-2 dini hari WIB, dan dipake buat diem dulu sama tiduran sedikit. Masih ada 3/4 jalan lagi buat nonton semalam suntuk bahkan sampe pagi ini. Laga selanjutnya dari grup F, yaitu Georgia lawan Portugal, yg juga dibarengi Turki vs Ceko. Waktu itu nentuin banget mana yg lolos atau gugur, sekaligus di sisi lain Hungaria cemas tunggu semisal Ceko sama Georgia kalah yg ngebikin mereka ada peluang lolos sbg peringkat 3 terbaik.

Baru 2 menit laga Georgia vs Portugal dimainin, Georgia langsung unggul lewat gol di menit ke-2 dari pemain andalannya, Kvicha Kvarastkhelia. Selanjutnya, pertandingan cukup ketat, tapi sampe turun minum belum ada gol lagi, sedangkan di Turki vs Ceko masih 0-0. Di babak kedua, Georgia tambah gol lagi lewat tendangan penalti topskor mereka di euro ini, Georges Mikautadze. Portugal terus serang tapi terus gagal cetak gol. Di injury time, kiper Georgia Giorgi Mamardashvili 2x selamatkan gawangnya dari tembakan para pemain Portugal. Ini kejutan yg luar biasa buat Georgia yg baru debut di ajang Euro, di luar ekspektasi banyak orang. 

lupa gak foto laga Turki vs Ceko

Di saluran TV lainnya, Turki bisa menang 2-1 dari Ceko, dengan gol dari Hakan Calhanoglu & Cenk Tosun, cuma dibales sekali Ceko lewat Tomas Soucek. Kemenangan Turki lawan Ceko ini mengulang pencapaian yg sama di Euro 2016. Sayangnya, di akhir pertandingan sempet ada perkelahian, bahkan pemain masih dikartu setelah peluit panjang! Dengan selesainya kedua laga itu, artinya buat sekarang Euro 2024 selesai juga fase grupnya, begitupun bagiannya dalam ketahanan nonton ini, hehe. Di jam 4 subuh tinggal nunggu sejam lagi buat nonton Copa America.

Setelah solat subuh, nonton bolanya dilanjut ke laga antara Ekuador vs Jamaika. Dari Ekuador ada wonderkidnya, Kendry Paez yg tampil bagus padahal masih 17th. Jamaika sendiri diperkuat pemain West Ham Michail Antonio. Ada gol cepat di menit 13 yg dimulai dari pemain Ekuador Piero Hincapie ngumpan lambung dari kiri, tapi sayangnya kena pemain Jamaika, Kasey Palmer yg coba tekel dan golnya dianggap gol bunuh diri dari Palmer. Ekuador tambah skornya jadi 2-0, si wonderkid Paez cetak gol dari penalti. Antonio sempet manfaatin kemelut di depan gawang Ekuador yg dimulai dari corner kick buat dijadiin gol, 1-1. Sayangnya, Ekuador unggul lagi, golnya sekarang dari Alan Minda yg bawa bola dari garis pertahanannya sendiri, skema counter attack. Akhirnya, Ekuador menang 2-1 dan Jamaika harus gagal lolos ke babak gugur, ini kekalahan keduanya waktu itu.

ini yg katanya baju keren Jamaika, dan beneran keren!



Dari awal babak kedua, matahari udah keliatan dan hari berganti jadi pagi, yg nandain gue udah cukup lama mantengin TV dari awal pertandingan Rumania vs Slovakia. Tapi, masih ada 1 lagi pertandingan yg mau gue saksiin, yaitu Venezuela vs Meksiko yg masih dari grup yg sama dgn Ekuador & Jamaika. Meksiko yg sekarang gak ada lagi Chicharito, Andres Guardado, Memo Ochoa dan 'Chucky' Hirving Lozano, hampir kebanyakan pemain muda dari liga dalam negeri. Kalo dari Venezuela, ada striker kawakan Salomon Rondon & kapten Tomas Rincon yg berpengalaman di serie A

Pemain Meksiko nyanyiin lagu kebangsaan negaranya

Gue udah mulai ngantuk di pertengahan laga, dan nonton semampunya aja. Venezuela bisa tekan Meksiko sama bikin beberapa peluang, tapi di babak pertama belum bisa dieksekusi jadi gol. Barulah di babak kedua, bek kanan Jon Aramburu dijatohin di kotak penalti. Salomon Rondon berhasil bawa negaranya unggul 1-0. Meksiko juga sama sama dapet kesempatan dari titik putih, tapi bisa digagalin kiper Venezuela. Skornya bertahan sampe selesai, dan jam di HP udah nunjukkin sekarang jam 10 pagi. Berarti udah 11 JAM berturut turut nonton bola!


Sebenernya ada lagi 4 laga beruntun di perempat final Euro & Copa America tanggal 7 Juli, cuma masalahnya gue gak nonton yg keempatnya. Gak apa apa, pengalaman langka yg cuma 4 tahun sekali ini seru kok, gak enaknya bikin capek, pusing, ngantuk sama jadi begadang aja, hehehe.